Mereka yang komitmennya
kuat saja yang akhirnya kuat
menghadapi berbagai
cobaan dan kendala.
Pemateri hari ini seorang trainer dan perintis
'Jaringan Literasi Indonesia' (Jalindo) yang juga dosen UNESA. Pak Emco begitu
ia biasa disapa. Nama lengkapnya Much. Khoiri. Beliau mengawali materi dengan
perjalanan hidupnya dalam dunia tulis menulis. “Saya menulis buku baru sejak
tahun 2011, meski saya menulis di media massa sejak thn 1986/1987, yakni ketika
saya kuliah semester 3. Buku pertama adalah antologi cerpen, saya yang editori
dan sekaligus salah satu penulis. Judulnya Ndoro,
Saya Ingin Bicara. Buku itu diterbitkan oleh penerbit indie. Kemudian, pada
tahun berikutnya saya mengerjakan 3-4 buku karena bertepatan pelatihan menulis yang
bertajuk Indonesia Menulis di Jatim dengan peserta 276. Tahun berikutnya saya
menerbitkan buku mandiri dan antologi, setiap tahun rata-rata 3-5 judul. Baik di
penerbit mayor seperti Elex Media Komputindo dan Genius Media serta Unesa University
Press, maupun indie semisal Satu kata, Pagan Press, dan sebagainya. Hingga
sekarang ada sekitar 42 buku yang sudah diterbitkan, serta belasan buku orang
lain yang saya editori hingga terbit.”
Dosen Bahasa Inggris Unesa ini mengaku telah terbiasa
menulis setiap hari sejak muda. Saat muda, sekitar akhir tahun 1980 an, beliau
menulis sekitar 20 artikel untuk koran. Ada yang unik dari Pak Emco, yaitu
kebiasaan beliau tetap berpakaian rapi ketika menulis di rumah. Ketika
ditanyakan alasannya, beliau menjawab, “Saya tetap berpakaian cukup rapi, tidak
asal, misalnya tidak pakai singlet. untuk apa? Ya karena saya sedang bekerja.”
Ketika muncul pertanyaan dari peserta tentang mana
yang lebih mudah menulis artikel untuk buku atau untuk media/koran, Pak Emco
menjelaskan bahwa menulis buku sejatinya tidaklah mudah, tapi perlu perjuangan
tertentu. Tentu, jika kita menulis buku yang bagus, itu yang sulit. Harus
berjuang, membaca yang banyak, merenung, menuangkannya, merevisi, dan
seterusnya hingga terbit. Hakikatnya ya lebih mudah menulis artikel di koran,
kalau sama-sama dihadapkan dengan mesin terbitnya. Salah.satu alasannya adalah
kuantitas. Buku itu jauh lebih banyak jumlah halamannya dibanding artikel. Buku
bisa disusun dari artikel yang sudah terbit di koran. Pak Emco menambahkan
pengalamannya di waktu muda dulu yang harus berjuang habis-habisan. Masih
memakai mesin ketik, belum ada komputer. Bisa dibayangkan, bagaiman repotnya beliau ketika harus menulis 20
artikel per bulan. Dan yang dimuat hanya sekitar 4-5 tulisan.
Jika dibilang menulis ke koran itu sulit, ya karena
teras korannya nasional. Itu sama dengan jika kita menembus penerbit mayor
nasional, juga sangat sulit. Seorang Much. Khoiri pun pernah ditolak redaktur
koran koran-koran nasional dan internasional. Namun, sekarang relatif tidak
ditolak, relatif mulus karena sudah tahu apa yang mereka mau. Lalu bagaimana
supaya tulisan kita bisa diterima. Kita HARUS mengikuti selera koran, apa itu? Topik aktual. Analitis.
Perspektif berbeda atau unik. Bahasanya populer. Pahami "misi" koran
tersebut. Ikuti hal-hal teknis yang menjadi ciri koran tersebut, misalnya jumlah huruf, npwp, ktp, dan
sebagainya. Kenali juga siapa pemilik media tersebut, kita bisa meraba apa
misinya. Misalnya, ada media milik ormas tertentu, maka misinya ya sejalan dengan
ormas tersebut. Contohnya, jika media itu milik aktivis perempuan, misinya ya
tentang perjuangan perempuan. Menulislah yang tidak melanggar misi mereka.
Biasanya rentang waktu penerbitan dari satu ke lain penerbit minimal 2 tahun.
Selain itu, perlu memberi tahu penerbit indie tersebut tentang niat mau ke
penerbit mayor. Aturan menulis di koran sekitar 5000-6000 huruf dengan spasi. Untuk
bisa masuk koran nasional, harus dimulai dari "terbiasa termuat" di
regional. Naik tingkat istilahnya.
Menulis di blog itu bagus sekali. Media untuk unjuk
karya, agar bisa rutin atau istikamah menulis setiap hari atau setidaknya
seminggu sekali. Jika telah terbiasa, menulis apapun akan lancar. Ya karena
menulis itu keterampilan, semakin banyak dilatih, akan semakin fasih atau ahli
di dalamnya. Harus dicoba dengan niat dan komitmen yang kuat. Banyak orang
berguguran di dalam proses menulis, ya karena kurang kuat niat dan komitmennya.
Mereka yang komitmennya kuat saja yang akhirnya kuat menghadapi berbagai cobaan
dan kendala. yang penting bukan berapa kali kita jatuh karena berbagai masalah
atau kendala, melainkan berapa kali kita bangkit atau bangun lagi utk mengatasi
masalah yang ada.
Suka duka menulis buku hakikatnya juga sama dengan suka dukanya menulis
ke media massa. Hanya saja, menulis buku itu sebuah projek besar, jauh lebih
besar daripada menulis artikel opini, feature, cerpen atau puisi. Jadi, menulis
buku itu risikonya ya lebih besar daripada menulis opini dan sebagainya. Sebaliknya,
reward-nya ya jauh lebih besar daripada
menulis ke media massa. Semua genre tulisan, itu ada kaidah dasarnya, pasti
itu. Menulis opini, ada kaidahnya. Menulis cerpen, ada kaidahnya. Menulis
novel, juga ada kaidahnya. Namun, semua kaidah itu akan dikembangkan sendiri
oleh penulisnya. Novel itu bentuk panjang dari cerpen atau novelet. Ia laksana
mimikri (tiruan) dari kehidupan nyata. Karena itu, novel itu ya harus ada
tokoh-tokohnya, alurnya (di dalamnya ada konflik), setting (tempat, waktu,
suasana), ironi, simbol, dan sebagainya. Antologi itu sebutan yang tepat utk
buku yang disusun oleh beberapa penulis. Artikelnya sejenis book chapter (bab
buku) namanya. Sedangkan bunga rampai itu sebutan manis dari himpunan atau
kumpulan atau koleksi.
Suka duka menulis menurut Pak Emco, diantaranya
dukanya ya dibanting-banting
redaktur, ditolak redaksi, berhadapan dengan pekerjaan, mengatur agenda dengan
keluarga, dan sebagainya. Sukanya tentu sudah banyak. Ternyata, nenulis itu
selain mendatangkan kebahagiaan juga memberi tanbahan uang saku. Terlebih, jika
bukunya banyak dan laris. Banyak sukanya yang lain. Saya ke Amerika (1993) dan
Hong Kong (1996) ya diberangkatkan oleh dunia menulis saya. Saya juga keliling
Indonesia berkat buku-buku dan karya saya. Banyak teman, insayaaalah. Itu
otomatis. Bukti nyatanya, dalam bulan ini buku saya akan terbit Virus Emcho,
Melintas Batas Ruang Waktu. Itu tulisan dari teman-teman penulis tentang saya,
kegiatan, dan buku-buku saya. Buku tersebut menyusul dua buku sejenis yang
teebit tahun 2016 dan 2017. Saya memang lebih mengunggulkan sukanya daripada dukanya.
Ya, agar teman-teman tidak takut untuk melangkah. “Motivasi positif yang saya
dorongkan.”ujarnya mengakhiri pembicaran malam itu.
MUCH KHOIRI
Numpang promo ya gan
BalasHapuskami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*